Post Views: 1,411
BABEL,
RADARBAHTERA.COM – Walikota Pangkalpinang, Maulan Aklil (Molen) menghadiri Rapat Paripurna Keempat Masa Persidangan I dengan agenda penyampaian dan penjelasan walikota terhadap tiga raperda, kemudian dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi terhadap tiga raperda.
Adapun tiga raperda yang dimaksud yakni, Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkapinang Tahun 2022-2041, Raperda tentang Retribusi Jasa Umum, dan Raperda tentang Retribusi Jasa Usaha.
Terkait dengan penyampaian Raperda tenang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkapmang Tahun 2022-2041, dijelaskan Molen, berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (5) dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Pasal 82 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pangkalpinang Tahun 2011-2030 ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun.
“Dengan demikian, Tahun 2017 merupakan masa periodik lima tahun pertama untuk dilakukan penyesuaian kembali (PK) atau review RTRW Kota Pangkalpinang Tahun 2011-2030 untuk melihat kesesuaiannya dengan kebutuhan pembangunan agar kuairtas RTRW tetap terjaga,” kata Molen dalam sambutannya di ruang paripurna DPRD Kota Pangkalpinang, Senin (04/10/2021).
Dia menerangkan, untuk menjamin bahwa PK dan Review RTRW Kota Pangkalpinang Tahun 2011-2030 telah memperhatikan aspek lingkungan hidup, maka telah dilakukan pula penyusunan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
“Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah mengubah sekian banyak peraturan perundang-undangan yang salah satunya mengatur materi terkait dengan penataan ruang, yaitu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang kemudian diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemenntah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010,” terangnya.
Dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan tersebut, maka diutarakan dia, Perda Kota Pangkalpinang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkalpinang Tahun 2011-2030, harus disesuaikan. Dengan disusunnya kembali Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkalpinang Tahun 2022-2041.
“Maka nantinya setelah raperda yang dibahas tersebut telah disahkan menjadi perda, maka Perda Kota Pangkalpinang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkalpinang Tahun 2011-2030, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku,” ujarnya.
“Dengan adanya pengaturan kembali terhadap Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkalpinang Tahun 2022-2041, diharapkan penataan ruang di Kota Pangkalpinang dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun, terhitung sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 31 Desember 2041 dapat terarah dengan baik,” imbuhnya.
Selanjutnya terkait dengan penyampaian Raperda tentang Retribusi Jasa Umum dan Raperda tentang Retribusi Jasa Usaha, dijelaskan dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Retribusi Daerah, selanjutnya disebut dengan retribusi yakni, pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Sebelum diajukan ke-2 raperda retribusi tersebut, Pemkot Pangkalpinang pada Tahun 2011 telah menetapkan dua Perda Kota Pangkalpinang tentang Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Jasa Usaha, yakni :
1. Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir diubah dengan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kota Pangkaipinang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
2. Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir diubah dengan Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retnbusi Jasa Usaha.
“Dengan bertambahnya objek-objek baru pada golongan retribusi jasa umum dan retribusi jasa usaha, sehingga tidak
dapat lagi mengakomodir pengaturan mengenai retribusi. Selain itu juga untuk mempermudah bagi para pengguna yang
mencari aturan terkait dengan retribusi, setelah beberapa kali mengalami perubahan perda, baik perda tentang retribusi jasa umum maupun perda tentang retribusi jasa usaha,” ulasnya.
Disamping Itu juga, dia melanjutkan, berdasarkan ketentuan dalam Lampiran II angka 237 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan, mengamanatkan bahwa jika suatu perubahan Peraturan Perundang-undangan mengakibatkan sistematika Peraturan Perundang-undangan berubah, materi Peraturan Perundang undangan berubah lebih 50 persen, atau esensinya berubah.
Dengan adanya pengajuan baru kembali terhadap Raperda tentang Retribusi Jasa Umum dan Raperda tentang Retribusi Jasa Usaha, diharapkan sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Pangkalpinang dapat lebih meningkat, terlebih lagi dengan adanya penambahan beberapa jenis retribusi yang pada perda-perda sebelumnya jenis retribusi tersebut belum diatur, yakni, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, pada retribusi jasa umum dan retribusi penjualan produksi usaha daerah, pada retribusi jasa usaha.
Disamping itu juga, disampaikan dia, retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna mendanai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
“Demikian pengantar singkat kami atas penyampaian dan penjelasan Raperda Kota Pangkalpinang pada hari ini, besar harapan kami kiranya ketigabRaperda tersebut dapat segera dibahas oleh anggota dewan terhormat bersama-sama dengan eksekutif, dan pada akhirnya dapat disetujui menjadi Peraturan Daerah,” tutupnya. (Apri/RB)