Post Views: 1,734
JAKARTA,
RADARBAHTERA.COM – Sesi kedua perayaan Hari Ulang Tahun ke-50 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) diisi dengan acara Indonesian Young Leaders Forum dengan mengangkat tema “Reinsure Legal Certainty as a Fundamental for Economic Growth”. Diundang sebagai keynote speaker, Denny Indrayana (Senior Partner *INTEGRITY* Law Firm) menerangkan empat cerita untuk menggambarkan bagaimana praktik korupsi dan mafia hukum masih merusak sendi-sendi penegakan hukum.
Cerita pertama, penegakan hukum dan investasi. “Abdurrahman Saleh Jaksa Agung (2004-2007) pernah mendapat tanggapan dari dunia usaha bahwa pemberantasan korupsi akan menghambat investasi. Singkat cerita, saya katakan Bang Arman saya tidak sepakat dengan penilaian tersebut. Justru, penegakan hukum yang tepat dan efektif akan menghadirkan kemajuan di dunia usaha. Tidak dapat dibalik-dibalik. Ease of doing business berkorelasi langsung dengan penegakan dan kepastian hukum. Itu lah sebabnya, rating kemudahan berbisnis di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara tetangga, sebut saja Singapura dan Malaysia,” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara ini dalam rilis media yang diterima, Sabtu (11/06/2022).
Kedua, mafia peradilan menjelma menjadi mafia hukum. Denny menceritakan bahwa Presiden SBY pernah mengatakan bahwa praktik mafioso bukan pada tataran penegakan hukum saja, melainkan praktik mafia ini telah terjadi sejak pembuatan hukumnya proses legislasi. Sehingga tindak tanduk mereka tidak hanya sesempit lingkup pengadilan, melainkan lebih luas hingga penyusunan suatu undang-undang. Hal ini yang menginspirasi pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Sayangnya, Satgas ini hanya bertahan 2009-2011 dan tidak dilanjutkan karena dinamika politik yang cenderung dipengaruhi kelompok yang merasa bisnisnya telah terganggu.
Cerita Ketiga, tentang KPK dan Pemberantasan Korupsi. “KPK hari-hari ini ibarat hidup enggan, mati pun tak mau. KPK telah dilumpuhkan melalui perubahan undang-undang dan intervensi kekuatan oligarki. Saya mengutip Mahfud MD dalam bukunya. Beliau menegaskan konfigurasi politik yang demokratis akan menghadirkan produk dan penegakan hukum yang otonom. Sebaliknya, konfigurasi politik tidak demokratis akan menghasilkan produk hukum yang kolutif dan penegakan hukum yang represif,” tutur Wamenkumham 2011-2014 ini.
Menurutnya, kecenderungan ini yang semakin mendegradasi pemberantasan korupsi. Contoh lain, pembatalan PP 99/2012 oleh Mahkamah Agung, di mana aturan tersebut memuat pengetatan pemberian remisi bagi narapidana korupsi. Sebelumnya seluruh pengujian PP tersebut selalu ditolak di MK dan MA, namun pada 2021 silam, MA beralih sikap dan membatalkan keberlakuan beleid ini. Di samping itu, kabar tentang maraknya pemotongan hukuman kian mengemuka di MA sejak meninggalnya Hakim Agung Artidjo Alkostar. Tiga indikator ini, menurut ia, akan membuka mengantarkan kembali pada masa-masa suram pemberantasan korupsi.
Empat, Mafia Hukum di Kalimantan Selatan. Denny memberikan contoh nyata tentang praktik mafia hukum di Kalsel, tanah kelahirannya. Ia mengatakan hampir tiap hari menerima pesan Whatsapp tentang ilegal mining dan penyerobotan lahan yang terjadi di Kalsel. “Bisa dibayangkan, perbuatan ilegal mining sama seperti mencuri di siang bolong. Ketika orang menjarah batubara di wilayah izin yang sah, tidak mungkin dilakukan dengan cangkul. Tentu yang digunakan adalah puluhan alat berat seperti excavator dan truk-truk besar. Tidak sulit, bahkan terlalu mudah bagi aparat penegak untuk menangkap dalang dan pelakunya. Namun faktanya, tidak demikian. Mafia hukum telah memberi “tip” kepada oknum penegak hukum kita, sehingga ilegal mining dan penyerobotan lahan berkembang biak dan sangat sulit dihentikan,” ucap Denny.
Terakhir, Denny menyampaikan bahwa sekali lagi, duitokrasi (daulat duit) telah nyata-nyata menumbangkan demokrasi (daulat rakyat). Carut marut ini tidak bisa dilakukan dengan upaya biasa, melainkan mesti diupayakan perubahan menyeluruh, dari tindakan elit hingga mindset sebagai warga negara tentang pentingnya nilai integritas. Dengan pemberantasan korupsi dan mafia hukum yang efektif, dunia usaha akan semakin progresif.
Hadir membersamai Denny dalam acara tersebut, Basuki Minarno (Praktisi dan Akademisi Universitas Airlangga) dan Febri Diansyah (Praktisi dan Juru Bicara KPK 2016-2019) sebagai keynote speaker dan Junaedi (Akademisi Universitas Indonesia) selaku moderator. (*/RB)