Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Modern di Indonesia

Promosikan King Sever, LP2KI OI Jalin Kerjasama dengan PT Quantum
Oktober 31, 2022
Program Hijau Biru Babelku Sambangi SMPN 1 Parittiga
Oktober 31, 2022

oleh Khoiron Khulud 

Dosen : Dr. Romelah

Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan Program Studi Magister Manajemen Direktorat Program Pascasarjana Universitas Muhammadyah Malang

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang mempunyai sejarah pendidikan yang beragam. Hal ini dikarenakan banyak organisasi-organisasi yang menyandingkan pendidikan sebagai sarana pergerakan maupun komitmen.

Dari sekian banyak organisasi tersebut, Muhammadiyah adalah salah satu organisasi yang sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya dan bahkan berkembang dengan sangat pesat seiring perkembangan zaman yang membuat Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi Islam yang terbesar di Republik Indonesia (Hasan, 2003, hlm. 23 dalam : Zarro, M., Yunani., Dhita, A.N. 2020 )

Kelahiran Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari gerakan pembaharuan Islam. Sosok KH. Ahmad Dahlan sebagai pencetus sekaligus sebagai inovator pola gerakan merupakan figur central yang tidak bisa dilepaskan dalam memberikan warna dan ciri khas dalam gerakan Muhammadiyah. Pola gerakan Muhammadiyah yang visavis kultur masyarakat Jawa pada saat itu, dianggap sebagai gerakan yang bertentangan dengan tradisi masyarakat. Gaya dakwah dan gerakan KH. Ahmad Dahlan yang banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh gerakan pembaharuan seperti Jamaludin Al-Afghani, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh dan tentu saja figur central gerakan wahabiah yaitu Muhammad Ibn Abdul Wahab. Pengaruh tokoh-tokoh tersebut tercermin dan dapat dilihat dari pola gerakan dan gaya dakwah KH. Ahmad Dahlan yang cenderung modert yang merujuk pada model Muhammad Abduh (Schacht, 1991) dan Rasyid Ridha, tetapi tanpa kompromi yang merujuk pada model Muhammad Ibn Abdul Wahab (Kim, 2010). Dalam konteks Muhammad Ibn Abdul Wahab, tidak bisa dilepaskan atas perannya ketika Arab Saudi memulai kebangkitan (Arab Renaissance) (Haj, 2002; Dennerlein & Hamid, 2010).

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia tidak bisa mengelak dari tuntutan perubahan akibat globalisasi. Muhmammadiyah merupakan gerakan Islam yang secara formal menyebut adanya gerakan amal ma’ruf nahi munkar. Tetapi juga Muhammadiyah dapat dijuluki dengan berbagai identitas seperti Islam Modernis, Islam Moderat, Islam Murni dan Islam Berkemajuan (Burhani, Ahmad Najib. 2016). Pada tulisan ini penulis akan secara khusus menguraikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Modern di Indonesia.

PEMBAHASAN

Muhammadiyah sebagai Organisasi Islam Muhammadiyah (pada saat berdiri ditulis Moehammadijah) adalah nama gerakan Islam yang lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 18 November 1912. Pada saat waktu berdirinya dan mengajukan pengesahan kepada pemerintah Hindia Belanda menggunakan tanggal dan tahun Miladiyah. Adapun pertepatan waktu dengan tanggal Hijriyah ialah tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Pendiri Muhammadiyah adalah seorang Kyai yang dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan, yang sebelumnya atau nama kecilnya bernama Muhammad Darwisy. Muhammadiyah didirikan dalam bentuk organisasi atau perkumpulan atau perhimpunan resmi, yang sering disebut dengan “Persyarikatan”, yang waktu itu memakai istilah “Persjarikatan Moehammadijah”. (Nasir, 1994, hlm. 15).

Muhammadiyah, merupakan gerakan Islam berdasar pada Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Muhammadiyah didirikan oleh KH. A. Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau tanggal 18 November 1912 Masehi di Kota Yogyakarta. Muhammadiyah, demikian gerakan ini diberi nama oleh pendirinya dengan maksud untuk bertafa’ul (bepengharapan baik), dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjungjung tinggi agama Islam yang semata-mata demi terwujudnya ‘Ihzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita. (Hamdan,1994, hlm. 29).

Istilah yang akhir-akhir ini sering dipakai, baik oleh orang Muhammadiyah maupun non-Muhammadiyah, untuk mengidentifikasi organisasi ini adalah Islam Berkemajuan. Istilah ini, misalnya, dipakai dalam buku yang berjudul Islam Berkemajuan : Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal (2009) dan Islam Berkemajuan untuk Peradaban Dunia (2015). Bahkan, istilah “berkemajuan” ini secara resmi menjadi slogan dari Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015, yakni : “Gerakan Pence rahan Menuju Indonesia Berkemajuan”. ( Muhammad Kahfi, 2022)

Secara ringkas bisa dikatakan bahwa Muhammadiyah disebut sebagai gerakan modernis. Karena sejak kelahirannya, organisasi ini menjadi penarik gerbong dari modernisasi, yang sering diartikan sebagai rasionalisasi di Indonesia. Ini bisa dilihat dari berbagai aktivitas dilakukan sejak 1912. Diantaranya adalah penekanan pada pendidikan modern yang menempatkan pada akal pada posisi yang sangat penting, menggunakan system kelas, dan mengajarkan materi yang dibutuhkan zamannya. Sistem kedokteran modern pun dipakai sebagai pengganti dari system perdukunan dan takhayul. Kiai Ahmad Dahlan, misalnya mengecam sikap taklid buta, termasuk mengikuti apa saja kata orang tua dan nenek moyang tanpa mempertimbangkan dengan akal sama sekali. Kiai Dahlan menegaskan, “Manusia harus mengikuti aturan dan syarat yang sah yang sesuai dengan akal pikiran yang suci”. (Kahfi, Muhammad, 2021)

Menurut Prof. Nakamura, Muhammadiyah juga meneguhkan jati dirinya dengan “Islam Berkemajuan”, sebagai gerakan sosial dengan tujuan untuk membawa Indonesia menuju kemajuan. Gagasan tentang kemajuan ini dimaknai dalam konteks nilai-nilai kemanusiaan universal. Inilah diantaranya yang menyebabkan lahirnya banyak resolusi dari muktamar yang menunjukkan tingkat keberterimaan yang sangat tinggi terhadap nilai demokrasi dan juga dukungan terhadap perlindungan hakhak minoritas. Muhammadiyah juga menyerap semangat untuk menandingi hegemoni ”Arabisasi” dan membangun Islam Indonesia dasar kajian kritis terhadap nilai-nilai Al-Quran. Salah satunya adalah sikap Muhammdiyah untuk memilih berdiri di belakang mereka yang mengalami marginalisasi dan diskriminasi (Najib, Burhani Ahmad, 2016).

Pengaruh gerakan pembaharuan Islam terhadap KH. Ahmad Dahlan sebagai figur central pada gerakan Muhammadiyah, melahirkan perspektif Muhammadiyah sebagai gerakan reformis modernis. Sehingga tiga ciri gerakan yang menjadi identitas Muhammadiyah yang terangkum dalam triloginya yaitu sebagai gerakan Islam, dakwah dan tajdid. Realitas ini merujuk pada sosioagama di Indoensia, dimana tradisi tahayul, bid’ah dan khurafat yang begitu kuat dalam terminologi Geertz disebut dengan istilah Islam Jawa (Tago, 2013). Disisi lain realitas sosio-pendidikan menunjukkan adanya dikotomi sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan umum, sehingga melahirkan ketimpangan pada lulusan sekolah umum di satu pihak dan lulusan pesantren di lain pihak (Nashir, 5 : 2016).

Wajah Muhammadiyah sebagai gerakan modernis dan reformis dalam Islam memiliki karateristik yang unik, kesan doktriner namun sistematis teologis, eksklusif namun inklusif, anti jawa namun banyak hal dalam Muhammadiyah merupakan perwujudan sifat baik orang jawa (Nakamura, 2012). Merujuk pada perspektif tersebut, maka Muhammadiyah dalam terminologi sebagai sebuah institusi dan disisi lain sebagai sebuah idiologi mengahadirkan pola gerakan yang bersifat komprehensif. Tidak hanya pada aspek sosio-agama tetapi juga pada aspek yang lain sehingga bagi Muhammadiyah menjadi keniscayaan menghadirkan pandangan-pandangan baru baik dalam konteks keagamaan maupun dalam konteks sosial masyarakat (Agus, Setiawan Bahar, 2019).

Muhammadiyah merupakan gerakan pencerahan menuju Indonesia Berkemajuan.Meski terlihat bersinggungan, namun “Islam Berkemajuan” adalah merupakan respon dari fenomena yang ada yaitu globalisasi, terutama globalisasi kebudayaan, baik dalam bentuk Arabisasi ataupun Westernisasi.Globalisasi sering dipahami sebagai proses penyatuan dunia di mana waktu, jarak, dan tempat bukan lagi persoalan dan ketika hal dan setiap orang di bumi ini terkait satu sama lain. Ada empat pergerakan utama dalam globalisasi yaitu barang dan layanan, informasi, orang dan modal.Perpindahan dengan sangat cepat hanya terjadi setelah revolusi dalam teknologi telekomunikasi dan transportasi pada beberapa decade belakangan ini. Filosofi yang mendasari globalisasi adalah asimilasionisme. Dalam filosofi ini, yang kuat akan mendominasi yang lemah. Maka dari itu, dalam globalisasi budaya, salah satu dampaknya adalah homogenisasi.Ini misalnya terwujud dalam bentuk McWorld atau McDonaldization.Contoh lainnya adalah memandang Islam secara homogen dengan mengidentikannya dengan Arab dan Arabisasi. (Najib, Burhani Ahmad, 2016).

SIMPULAN

Muhammadiyah merupakan gerakan Islam Berkemajuan yang berani mengeluarkan pikiran yang sehat dan murni dengan dasar al‘quran dan hadits. Lahirnya Muhammadiyah dilatar belakangi beberapa faktor yaitu: campuraduknya kehidupan agama Islam di Indonesia, ketidakefisienan lembaga-lembaga pendidikan agama Islam, aktivitas misi -misi Katholik dan Protestan, dan sikap acuh tak acuh dan tak jarang sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam. KH. Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama yang tegas berupaya membenahi masyarakat Indonesia yang berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama. Muhammadiyah memfokuskan usahanya kepada memperbaiki hidup beragama dengan nilsi amal pendidikan dan sosial. Kyai Haji Ahmad Dahlan mampu menawarkan bentuk pendidikan baru sebagai aslah dari pendidikan pesantren dan sekolah Belanda. Pendidikan Muhammadiyah juga bisa menghasilkan generasi muda yang lebih mumpuni dibanding dengan alumni sekolah Belanda dan pesantren

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Najib Burhani, “Muhammadiyah Berkemajuan”, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2016),

Ahmad Dahlan, “Kesatuan Hidup Manusia” dalam Abdul MunirMulkhan, Pesan-Pesan Dua Pemimpin Besar Islam Indonesia : Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Kiai Haji Hasyim Asy’ari (Yogyakarta : PT Persatuan, 1986),

Hamdan. (2009). Paradigma pendidikan muhammadiyah, paradigma baru pendidikan muhammadiyah (Cet. I). Jogyakarta: Ruzz Media.

Hasan, M. Ali & Mukti, A. (2003). Kapita selekta pendidikan islam (Cet. 1). Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

Agus, Setiawan Bahar, 2019. Manhaj Tarjih Dan Tajdid : Asas Pengembangan Pemikiran dalam Muhammadiyah

Zarro, M., Yunani.,Dhita, A.N. (2020). Muhammadiyah sebagai gerakan islam dan pendidikan. FACTUM: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3 (1) 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *