BABEL, RADARBAHTERA.COM – Sebagian besar masyarakat mengenal kopi, penikmat kopi, hingga pecinta kopi sebagai minuman yang menemani sehari-hari di kala santai atau sedang bekerja. Di tanah pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) khususnya yang notabene mengandung timah, setidaknya ada dua (2) jenis kopi yang bisa tumbuh subur yaitu, jenis Robusta dan Liberika.
Melihat peluang tersebut, para petani milenial yang tergabung dalam Forum Masyarakat Petani Bangka Belitung (Formap Babel) sejak beberapa tahun belakangan ini, mulai menggalakkan budidaya kopi lokal tersebut, selain tahan terhadap hama, bernilai ekonomis jangka panjang karena panen kontinyu alias tak mengenal musim, jarak tanam yang dekat, solusi mendulang cuan pasca tambang, hingga peluang bisnis menembus pasar internasional.
Budianto (47), warga Kenanga Atas, Kelurahan Koba, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) yang juga merupakan salah seorang pengurus Formap Babel mengenalkan, jika Formap Babel ini telah berdiri sejak 8 tahun lalu di Pangkalpinang, berjalan mandiri dan sebagai sebuah wadah petani milenial di Babel pembudidaya beberapa komoditas lokal diantaranya kopi lokal jenis robusta dan liberika.
“Awalnya, Formap dibentuk pada tahun 2004 lalu oleh Gubernur Kepulauan Babel pertama yakni Hudarni Rani. Selanjutnya pada 2006, kopi lokal mulai dikembangkan di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Barat (Babar),” katanya Budiyanto kepada radarbahtera.com di Koba, Senin siang (09/12/2024).
Selain pertanian Formap Babel, selama ini juga menggarap sektor perikanan. Namun saat ini fokus di pertanian, mulai dari lada, pinang, sawit, hingga kopi. Untuk diketahui juga, pada era-era terdahulu, Pulau Bangka ini salah satu penghasil kopi.
“Saya pribadi, lebih fokus di budidaya kopi lokal jenis robusta dan liberika yang bahkan bisa tumbuh di lahan bekas tambang,” ujarnya.
Menurutnya, perbedaan mencolok antara kopi robusta dan liberika lokal ini, pada tingkat keasamannya, dimana jenis liberika lebih tinggi keasamannya dibandingkan robusta yang lebih condong ke pahit khas.
“Selain itu, jenis robusta lebih cocok di dataran tinggi, sedangkan liberika cocoknya di dataran rendah bahkan berair seperti lahan rawa,” ungkapnya.
Saat ini, budidaya kopi lokal tersebut sudah mulai meluas di daerah Belinyu dan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
“Selain itu, keunikan kopi robusta dikembangkan Formap Babel, selain dikembangkan dengan sistem organik juga memiliki uptertes lada yang menjadi ciri khas kearifan lokal Babel,” ungkapnya.
Peluang Cuan Jangka Panjang Pasca Tambang
Sementara itu, di Kabupaten Bateng, ada sebagian kecil petani milenial mulai melirik potensi ekonomis budidaya kopi lokal ini. Sejauh ini, menurut Budiyanto, petani kopi lokal masih bergerak mandiri. Di Bateng sendiri, mulai ada pembudidaya kopi di antaranya ada Kecamatan Pangkalanbaru, Koba, hingga Lubukbesar.
“Untuk Formap Babel sendiri, mulai menggarap lahan perkebunan kopi percontohan yang saat ini sudah ada di Desa Nibung Kecamatan Koba, selanjutnya Desa Perlang, Kecamatan Lubukbesar. Kita sudah menjalin komunikasi dengan Kades Perlang, Yani Basaroni yang juga Ketua Apdesi Bateng yang merespon positif, antusias dan support,” katanya.
Selanjutnya, Budiyanto berharap, Formap ini bisa bersinergi dengan Pemda Bateng melalui dinas-dinas terkait, mulai dari pendampingan penyuluhan, support pengembangan lahan budidaya, hingga hilirisasi produk pasca panen.
“Sejauh ini kami masih bergerak mandiri, juga menyalurkan bantuan bibit kopi lokal kepada petani yang betul-betul serius budidaya kopi. Namun, agar lebih masif dan dengan besarnya potensi kopi lokal Bangka untuk menembus pasar Internasional,” katanya.
“Untuk mewujudkan hal itu, tentunya dibutuhkan dukungan pemerintah, khususnya Pemda Bateng, karena sektor pertanian komoditas kopi lokal ini mungkin bisa jadi salah satu solusi mendongkrak perekonomian masyarakat Bumi Selawang Segantang khususnya pasca tambang jangka panjang, jika potensi ini lebih diseriusi dan didukung penuh stakeholders,” imbuhnya optimis, seraya berharap dalam 4 tahun kedepan pertanian kopi lokal di Bateng semakin meluas, serta jadi salah satu komoditas unggulan daerah.
Untuk diketahui, saat ini harga biji kopi lokal Bangka yang belum dikeringkan sudah tembus di Rp.26ribu/kg, untuk biji kopi kering Rp.60ribuan/kg, serta kopi bubuknya sudah tembus hingga di Rp.130ribu/kg.
“Tentunya, biji kopi yang bernilai ekonomis ini menjadi pundi-pundi cuan bagi petani milenial jangka panjang, terlebih pasca tambang,” ungkap Budiyanto, owner Kedai Kopi BC Coffee drink and food tersebut.
Kadiskominfosta Bateng Siap Fasilitasi Formap Babel Audiensi dengan Bupati Algafry
Sementara itu, Kadiskominfosta Bateng, Feri Prihatin Akbar yang juga sempat mendengarkan paparan singkat potensi kopi lokal oleh pengurus Formab Babel, Budiyanto, mengapresiasi positif, sebagai suatu peluang ekonomi dari sektor pertanian.
“Kebetulan di sela-sela jam istirahat siang, teman-teman sudah lama merekomendasikan untuk mencoba kopi khas lokal Bangka. Alhamdulillah, saya sudah menikmatinya di BC Coffee. Sebagai penikmat kopi, kopi lokal ini memiliki rasa yang lebih soft, dengan aroma yang pas,” ujar Feri.
Selain itu, mendengar aspirasi disampaikan Budiyanto, pengurus Formap Babel, berkeinginan untuk mengembangkan budidaya kopi lokal di Bateng secara lebih masif bersama Pemda Bateng. Itu, sebagai langkah tepat, geliatkan perekonomian lokal jangka panjang dan jadi sebuah solusi pasca tambang.
“Saran saya, silahkan dikomunikasikan internal Formap Babel terlebih dahulu, setelah itu Inshaa Allah kami siap mengkomunikasikan untuk beraudiensi dengan Pak Bupati, Algafry Rahman nantinya, terkait rencana, tujuan dan strategi budidaya kopi lokal di Bateng,” katanya.
“Dari audiensi tersebut, kita berharap arahan dan petunjuk Pak Bupati, dalam melihat peluang ekonomis dari budidaya kopi lokal tersebut,” imbuhnya.
Selain itu, dari Diskominfosta Bateng sendiri, setelah mendapat sinyal positif, akan membantu memperkenalkan kopi lokal dari segi pemberitaan melalui media-media mitra Pemda, agar kopi lokal Bangka semakin dikenal lebih luas oleh masyarakat lokal, nasional, hingga internasional.
“Kita pengennya petani kita naik kelas, jadi petani milenial, bisa go internasional, salah satunya melalui produk kopi lokal ini,” tandas Feri. (And/RB)