BTS Harap Pangkalpinang Miliki Gedung Museum Manuskrip dan Tradisi Lisan

Dindikbud Pangkalpinang Gelar Acara Berungkas Budaya
November 14, 2023
10 Koperasi di Bangka Selatan Terima Penghargaan 
November 14, 2023
BABEL, RADARBAHTERA.COM – Ratna Purnamasari yang lebih dikenal dengan sebutan Bunda Tudung Saji (BTS) Selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang memaparkan tentang Manuskrip dan Tradisi Lisan.
 
“Manuskrip secara deskripsi adalah naskah yang ditulis dengan tangan dan belum digandakan oleh alat apapun,” ucap BTS pada acara Berungkas Budaya, Selasa (14/11/2023).
 
Dikatakannya, selain itu ternyata ada juga manuskrip dalam bentuk lainnya seperti prasasti dan lain sebagainya.
 
“Kemudian bisa gak ya dalam bentuk uang?, awalnya kami ragu, tetapi ternyata ada nilai historikal disitu tradisi lisan cerita kelampauan,” tuturnya.
 
BTS juga mengungkapkan, tentang hasil studi banding nya ke Yogyakarta kemarin, ternyata di daerah-daerah lain dengan manuskrip dan tradisi lisan bisa menghidupi daerahnya sendiri.
 
Di Yogyakarta manuskripnya diangkat dari sejarah Mataram sampai terakhir Merapi meletus.
 
“Manuskripnya dibuat sedemikian rupa seperti kita nonton vidio, kita dibawa dari zamannya Mataram sampai kejadian Merapi meletus.
 
“Itu luar biasa sekali, luar biasanya, mengalahkan harga tiket bioskop kita dengan harga Rp.30ribu satu orang dengan waktu 90 menit,” imbuh BTS.
 
Menurutnya, keluar dari situ kita mempunyai banyak mimpi, cerita, pengalaman, informasi dan kita juga baru tahu ternyata manuskrip itu juga satu bagian dengan tradisi lisan dan tidak bisa dipisahkan.
 
Kemudian dari situ, kita menyadari kalau Kota Pangkalpinang juga punya manuskrip dan tradisi lisannya, tetapi selama ini masih tersimpan rapi.
 
Contohnya seperti keris itu ada tulisan arab di kerisnya dan itu ditulis tangan, dan juga seperti jimat itu juga ditulis tangan dan jika digandakan itu tidak ada lagi khasiatnya.
 
“Seperti uang Picis Pangkalpinang itu dahulunya di abad 18 dibuat menggunakan tangan, jadi secara tidak langsung Pangkalpinang sudah melaksanakan itu, hanya saja kita tidak tahu,” ungkapnya.
 
Makanya ada kebanggaan untuk kita ketika ada icon tugu Nol Kilometer. Ternyata dari zaman “bahulak” sudah menandakan ciri khas kedaerahan kita sebagai jasa dan perdagangan.
 
Kemudian, banyak juga yang mengarah ke tradisi lisan seperti kelok yang ada di sungai Rangkui itu ada 20 kelok.
 
Apakah 20 kelok ini masih bertahan, tentu tidak karena adanya abrasi dan lain sebagainya kelok tersebut bisa bertambah atau berkurang.
 
Intinya, Berungkas Budaya ini membongkar yang selama ini disimpan rapi dan jika dikembangkan itu sangat luar biasa sekali.
 
“Makanya hari ini kita coba, mari kita sama-sama memahami itu terutama bisa memuluskan rencana kami minimal ada gedung museumnya. Karena tidak ada sesuatu yang tidak mungkin kalau kita begerak,” tandasnya. (Siska/RB)
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *